Cintaku Milik Sahabatku
Hari
ini cuaca mendung, sudah sejak tadi aku menatap keluar jendela memandangi hujan
pagi yang gerimis, halaman pun penuh dengan genangan air, ku lihat air masih
mengucur dari pepohonan dan menetes di dedaunan depan rumahku, aku hanya
menatap satu per satu air yang jatuh dari dedaunan itu dengan bosan, suara
gemercik air memekakan telingaku, hujan pun kembali turun, angin dingin mulai
menghembus memasuki celah ventilasi, dan sampai ke kulitku. Diantara keributan
hujan dan dinginnya udara ku lihat samar-samar seorang gadis di depan rumahku, ia
berjalan dengan payung warna-warni dengan bermotifkan bunga-bunga, ia menoleh
ke arah jendela aku pun menatapnya, kemudian ia tersenyum manis kepadaku aku
pun membalasnya dengan senyuman, jantungku berdetak kencang, maklum
jarang-jarang ada gadis manis yang tak ku kenal tersenyum kepadaku. kemudian ia
berlalu pergi dengan langkah yang agak cepat
“siapa dia?” tanyaku
dalam hati, aku tak bisa melupakan gadis manis berkulit putih itu.
Hujan belum berhenti,
bosan rasanya aku hanya duduk di atas kursi ini menikmati hujan ingin rasanya
ku beranjak pergi keluar menghirup udara
segar dan ingin rasanya ku bertemu dengannya lagi dan mencari tahu tentang nya,
“nur..?” suara ibu
memecah bising nya hujan
“iya bu ada apa?” kataku
sambil beranjak menghampirinya, ya namaku nur hidayat, nama yang tak lazim
untuk seorang anak laki-laki dan memang sedikit aneh bagi yang baru
mendengarnya, dan teman – teman biasa memangilku dengan sebutan nur,
“nah tolong, belikan
ibu garam ke warung sana ya!” ,
“tapi bu, ini kan
masih hujan mana mung..”ucapku terpotong karena ibu menyambar ucapanku
“tuh payungnya ada
disana” katanya sambil menunjuk ke arah lemari, aku pun mengambilnya dan terdiam
“apalagi yang kamu
tungggu? kamu mau nanti sore tidak makan?” ucap ibuku dari dalam dapur sambil
membereskan piring, aku pun segera membuka pintu dan pergi.
Ditengah hujan yang
agak deras ku berjalan menyusuri pinggiran jalan yang becek dan penuh genangan
air daun – daun berserakan dijalanan diterbangkan angin, pohon-pohon merunduk
karena beratnya air aku pun segera lari tunggang langgang ditengah derasnya hujan yang mengguyur, akhirnya
aku sampai, betapa terkejutnya ku melihat sepasang kaki memakai sandal ping dan
memakai Rok panjang ,aku mencoba mengangkat kepalaku yang tertunduk, sepertinya
ku mengenali rok panjang itu” pikirku dalam hati ternyata dia gadis yang ku
lihat tadi, ia menatapku tapi aku hanya tersenyum kecil aku memang tak pandai
bicara, bahkan aku termasuk pendiam di sekolahku, aku pun segera berlalu dari
hadapannya menuju ke dalam warung.setelah selesai aku pun bergegas keluar, ku
lihat hujan belum juga reda dan kulihat juga ia masih disana sepertinya
menunggu hujan mereda, aku pun duduk disebelahnya yang memang kursi itu hanya
untuk dua orang saja, ia pun menengok ke arah ku, aku hanya menundukan kepala
dan terdiam, ku lirikan mataku kepadanya ku lihat dari raut mukanya ia ingin
bicara denganku tapi sepertinya malu - malu, atau mungkin ia mengajakku memulai
pembicaraan sebenarnya aku pun ingin memulai pembicaraan tapi, apa daya aku tak
mampu berkata-kata, walaupun hanya sepatah kata.
Setelah terdiam cukup
lama akhirnya hujan pun mereda, aku pun segera mengambil payung begitu juga
dengan nya, kami pun pulang bersama - sama tanpa melakukan pembicaraan sedikit pun,
langkahku di atas genangan air pun berbelok menuju rumah, tapi ku mundurkan
langkahku untuk beberapa langkah, ku lihat ia masih berjalan lurus lalu belok
kearah kiri menyusuri jalan setapak, kemudian ia pun hilang dari pandanganku
karena tertutupi perumahan dan pepohonan, aku pun segera membuka pintu dan
masuk ke dalam rumah
“bu ini garamnya”
kataku sambil memberikannya ke arah ibu
“taruh saja di meja”
,kata ibuku
“iya bu”setelah itu aku pun pergi menuju tempat
duduk yang tadi aku duduki yaitu tempatku berkhayal, aku penasaran siapa dia ?
Sepanjang aku disini aku belum pernah melihatnya apa mungkin ia pindahan, tapi
dari mana ia ? Dan dimana ia tinggal sekarang ? banyak sekali pertanyaan yang
hinggap dipikiranku tetapi ku tepis jauh - jauh dan mulai kembali ke
imajinasiku.
Gemercik tetesan air
sisa hujan yang kini milai mengering kembali memekakan telingaku, sinar mentari
mulai menyinari, sedikit demi sedikit dari balik awan kelabu menerangi setiap
tetesan air yang jatuh, aku pun berpikir untuk pergi ke halaman sekedar
menikmati mentari, saat ku angkat kepala ku ke atas langit ku lihat sinar
berwarna – warni terlihat menyapa ku, ku teringat kembali pelangi pertama pagi
tadi
“semoga ia
menyaksikan pelangi ini” ucapku, setelah ku puas melihatnya aku pun kembali ke dalam
rumah dan pergi ke meja belajar untuk mengerjakan PR ku yang sudah menumpuk
segudang, aku heran kenapa hari libur pun harus ada PR padahal hari libur kan
untuk refreshing, ah.. entahlah sebaiknya ku kerjakan saja dari pada aku
mendapat nilai 0.
Hari
libur telah berakhir, sekolah telah menunggguku untuk kembali, ku siapkan
diriku untuk menjalani hari pertama di semester ini, ku langkahkan kaki dan
mulai berjalan menunggu angkutan umum datang, menit demi menit ku menunggu ku
lihat arlojiku menunjukan angka 06.11 masih pagi memang, tapi jarak antara
rumah dan sekolah ku lumayan jauh.Tak berselang lama aku pun berangkat dengan
Angkot menyusuri sepanjang jalan yang berkelok selama lebih dari 20 menit dan
aku pun sampai di sekolah yang telah 2 pekan aku tinggalkan. aku melihat
beberapa temanku tengah asik berbincang di depan kelas, ku sapa mereka dan
mereka juga menyapaku,
“nur, apa kamu tahu ada murid baru?”,
“tidak, aku tidak tahu memangnya siapa?”,
“entahlah...”,
“teman – teman hei”, suara diki memekakan
telingaku dan teman - teman dan membuat
pembicaraan kami terpotong, kami pun menoleh ke arahnya
“teman – teman tadi
aku disana melihat murid baru.”, katanya
sambil terengah – engah
“laki – laki atau
perempuan?”, tanya raka,
“ya perempuanlah dia juga lumayan cantik”,
“kami sudah tahu kamu
yang telat”, kata rai,
“tapi, yang belum aku
tahu namanya”, lanjut ari,
“ya entaahlah aku
sendiri belum karena walaupun rumahnya dekat dengan rumahku tapi....”,
“hei teman – teman sedang apa ?”, tiba – tiba
adit datang mengejutkan kami yang tengah asik dalam pembicaraan,
“ehh..adit sejak kapan kami ada disini?”,
“baru saja”,
“itu kita lagi bicara soal murid baru yang
datang pagi ini”,
“ada murid baru ya?”,
“ya begitulah..”, aku
hanya terdiam menyaksikan mereka asik berbincang beralih dari topik satu ke
topik lain tanpa menyelesaikan satu topik pun, tetapi dalam hati ku bertanya –
tanya siapa perempuan itu? aku sebenarnya ingin menanyakannya pada diki tapi,
aku terlalu malu untuk menanyakannya.
Aku semakin penasaran dengan sosok perempuan cantik yang mereka bicarakan,
mungkinkah aku dapat bertemu dengannya dan memperkenalkan diri pada sosok murid
perempuan yang baru itu? Ku rasa itu terlalu sulit dan mungkin tak bisa
melakukan hal itu, karena aku terlalu gugup dan pemalu untuk melakukannya,
walaupun aku seorang lelaki tetapi....
“sudahlah..aku simpan
dulu tas ku” gumamku.
Bel berbunyi semua
langsung cepat pergi ke lapangan untuk melaksanakan upacara, tak terkecuali
aku, saat itu juga aku ambil topi dari dalam tas ku lalu pergi berbondong –
bondong menuju lapangan dan berbaris rapi tanpa komando.
Upacara
selesai, semua orang kembali ke kelas masing – masing dan menunggu jam pertama
di mulai. memang hari ini mungkin tidak akan efektif belajar karena baru hari
ini masuk setelah libur panjang dan pastinya aku belum tahu jadwal pelajaran
baru. Di kelas kami hanya membuat kegaduhan yang tak kalah saing dengan kelas
lain aku semakin pusing mendengar mereka, lalu diki mendekatiku yang sedang
duduk bersandar diatas kursi “nur, menurutmu siswi baru tadi akan ke kelas
mana?”, aku hanya menggelengkan kepala dan sedikit mengangkat bahu tanda tidak
tahu “coba ia di kelas ini mungkin aku adalah orang pertama yang akan menyapa
dan memacarinya” ungkapnya dengan wajah penuh harap, ya pikiranku sama
dengannya tetapi, mungkin aku tidak akan seperti Diki yang langsung menyambar
begitu saja, aku tahu itu terlalu sulit untuk ku jalani.
Bel
istirahat berbunyi dengan keras memekakan telinga orang yang mendengarnya semua
orang bergegas menuju kantin aku hanya terdiam menatap jam yang terus berputar
di depan kelas, beberapa menit kemudian diki datang menghampiriku sambil
berkata
“hei nur, si Dia kau
tahu siapa sedang berada di kantin lalu dia melirik dan tersenyum kearah ku
uhh... berdebar rasanya hatiku.” kata diki dengan wajah yang penuh kegembiraan
aku pun bertanya padanya “lalu?”,
“ya.. sudah hanya itu”
“dan kau tahu siapa namanya?”,
“aku belum tahu
sejauh itu tapi, yang pasti ia sangat tertarik padaku” dengan nada bicara yang
penuh percaya diri
“satu lagi, ia
belajar di kelas paling ujung” lanjutnya sambil beranjat pergi dari kelas, aku
pun melihatnya sambil duduk di meja barisan ke-2, ia terlihat senang aku tahu
dari cara ia berjalan sambil memikirkannya. Bel istirahat tak kunjung datang
dan istirahat pun tak kunjung usai dan terasa lama, aku pun mencoba pergi
keluar dan ku lihat teman – temanku sedang berbincang, aku menyambangi mereka
dan mendengar pembicaraan mereka
“dit, seperti murid
baru itu tertarik kepada mu?” kata raka,
“dia itu tertarik
padaku” kata diki dengan wajah penuh amarah,
“tahu dari mana
kamu?” lanjut diki.
“ya tadi saat kita di
kantin dia memandangi adit terus walaupun ia sedikit mengalihkan perhatiannya
karena ia sadar aku memerhatikannya”,
“dia itu melihatku bukan adit” ketus diki,
“ah..sudahlah kalian
jangan berkelahi, dari masalah kecil nanti bisa menjadi masalah yang besar” kata
rai mencoba melerai mereka, tapi setelah ku pikir – pikir memang benar kata
raka, bagaimana tidak adit merupakan orang terpandai dan tertampan di sekolah,
hampir semua wanita menyukainya dan mungkin termasuk dia, selain itu aku juga
memiliki kepribadian yang baik, sopan, dan murah senyum.
Bel
tanda istirahat selesai berbunyi dengan keras, semua orang segera bergegas
masuk ke dalam kelas. Kegaduhan mulai terdengar lagi dari setiap kelas, aku
sudah terbiasa dengan hal ini, walaupun memang membuat ku agak gerah, mendengar
ocehan mereka, dan hampir semua topik yang di bicarakan itu mengenai murid baru
itu,
“teman – teman ini
ada jadwal baru pemberian Wali kelas kita” kata Ketua Kelas yang baru datang,
“saya hanya menyarankan untuk di fotokopi saja secara kolektif, uangnya nanti
dari Kas kelas saja, bagaimana setuju?” lanjutnya lagi,
“setuju!!” semua
orang bersorak tanda senang karena mereka tak perlu mengeluarkan uang sepeser
pun,
“sangat..sangat setuju” kata diki sambil
mengacungkan jempolnya, sedangkan aku hanya mengunggutkan kepala tanda setuju. tak
lama berselang wali kelas datang ke kelas kami yang gaduh “hei.hei..ada wali
kelas, sstttt...” kata temanku yang duduk paling akhir sambil melihat keluar
jendela.
Sekolah
hari pertama semester baru pun sudah usai, sekarang tinggal pulang, aku pun
berjalan menuju gerbang sekolah aku melihat gadis yang kemarin sedang duduk
diatas kursi taman, aku pun lewat ke arahnya ia pun sedikit mengerutkan
dahinya, aku pun memalingkan muka ke arahnya, ia pun hanya tersenyum kecil,
lalu melanjutkan lagi membaca buku yang ia pegang aku hanya berlalu
dihadapannya dan berpikir
“jadi ternyata dia
yang kemarin murid baru itu” gumamku.
Beberapa
bulan berlalu, ia semakin eksis di sekolah ini, dan beberapa hari lalu aku
mendengar kabar bahwa adit menyatakan cinta kepadanya atau istilah kerennya
nembak, aku sedikit terkejut kenapa adit mau memacarinya, padahal banyak orang
lain yang suka pada adit, harapanku bersamanya semakin jauh apalagi adit adalah
sahabatku, mana mungkin aku mengecewakan dia,
“ada apa kamu nur?” kata adit yang
membangunkanku dari khayalanku,
“tidak..tidak ada
apa-apa”,
“sepertinya kamu
memikirkan sesuatu” katanya lagi dengan nada bingung,
“tidak aku hanya...sudahlah
itu tak penting”,
“bagaimana pun aku harus tahu kita kan
sahabat, ayo ceritakan saja apa masalahmu”,
“mana mungkin bisa aku ceritakan masalahku
ini, aku tak mau mengecewakannya” kataku di dalam hati,
“tidak itu bukan masalah kok hanya merenung
saja”,
“oh.. ya sudah ngomong – ngomong aku ingin
bertanya padamu nur?” kata adit,
“iya?” jawabku penuh
tanya,
“kalau misalnya seseorang yang kamu cintai
telah dimiliki oleh temanmu apa yang akan kamu lakukan?” tanyanya membuatku
tersentak,
“kenapa kamu tanya itu?”,
“aku hanya bertanya saja”,
“emm.. aku ikhlaskan jika itu terjadi dan tak
akan aku ungkit atau ku singgung lagi tentang teman dan pacar temanku itu”
kataku yang sebenarnya sedikit was – was karena ia bertanya hal itu di saat aku
memikirkannya.
Satu
minggu kemudian, saat itu pada hari minggu, diki datang kepadaku untuk jalan –
jalan di pinggir danau,
“nur, aku ingin
sekali berpacaran dengan aulia....”, belum selesai diki bicara aku langsung
meyambar “siapa aulia?”,
“memangnya kamu belum tahu? Itu murid baru
yang pacaran dengan adit”, aku sedikit terkejut “namanya aulia ya? Dari dulu
aku belum tahu namanya” pikirku sambil merogoh kocek dari dalam sakuku untuk
membeli minuman,
“aku juga ingin merasakan pacaran seperti yang
lain, kamu kan sudah pernah pasti tahu lah.”, kataku “maksudmu kamu ingin
berpacaran dengan aulia?” tanyanya, aku hanya tersenyum kecil lalu aku pun
mengalihkan pembicaraan
“dik, kita kesana yuk!!” kataku sambil
menyeret tangan diki,
“ya..kalau bisa dan seandainya saja dia bukan
temanku aku akan rebut dia dari tangannya” kataku yang tiba – tiba membuat diki
melotot padaku,
“aku tidak salah
dengar? Kamu mau rebut aulia?”,
“ya tidak, aku hanya berpikir seperti
itu....”,
“ternyata kamu suka dengan dia juga?” tanya
diki yang memotong pembicaraanku,
“ah.. sudahlah lupakan”,
“jika benar begitu, bagaimana kamu merebutnya?
Kamu kan... hehe”,katanya yang seolah mengejek “ah.. iya iya aku tahu, masalah
itu entahlah aku juga hanya berpikir saja tadi” ucapku sambil meminum minuman
yang tadi aku beli.
Saat
keesokan harinya ketika sedang istirahat dan seperti biasa, aku sedang
memperhatikan jam dinding, tiba – tiba adit dan raka datang menghampiriku, ku
lihat adit terlihat cemas dan agak menarik – narik tangan raka brukk
“nur, kenapa kamu tidak bicara dari dulu kalau
kau menyukai aulia?” kata raka dengan nada keras dan langsung menggebrak meja
dengan wajah yang begitu marah,
“aku kecewa padamu, ternyata kau bersembunyi
di balik kependiamanmu itu” lanjutnya lagi,
“ada apa kalian ini?” kataku dengan sedikit
heran dan penuh tanya sambil memerhatikan mereka, “ah..sudahlah bicara denganmu
aku tidak mau mendengar alasanmu, dari mulai sekarang kita bukan teman lagi.”
ketusnya dengan menunjuk kearah ku, kata – kata itu terdengar dengan jelas di
ruangan yang tengah kosong ini dan membuat telingaku terbuka dan membuat aku
terkejut, diki datang dan memperkeruh suasana di tengah amukan raka yang memang
sulit sekali untuk menahan amukannya, “aku mendengarmu kemarin, iya kan?” kata
diki dengan nada meyindir dan membuat suasana ruangan semakin memanas di tengah
teriknya mentari di luar sana,
“sudahlah teman – teman, jangan jadikan hal
ini sebagai bibit – bibit permusuhan dan perselisihan”,adit mencoba melerai dan
berusaha menenagkan raka
“tapi dit..”,
“lagi pula aku tidak mempermasalahkan hal itu
kan?”,
“memang tidak, tapi ia telah menodai janji
persahabat kita lagi pula dia telah berbohong kepadamu tentang perkataan
seminggu yang lalu”,katanya dengan nada yang semakin tinggi
“tapi, aku tidak pernah setuju dengan janji
itu dan perkataan itu pun...” kataku mulai membentak, aku100% berbalik dengan sifatku yang pendiam,
“terserah apa katamu, yang jelas kau telah
melanggar janji kita”,kata raka dengan suara keras memotong kemarahanku
“sudahlah..sudah..kataku juga jangan
permasalahkan hal ini”,kata adit yang terlihat lesu dan berkeringat dengan mata
yang sedikit sendu mendengarkan kemarahan kami berdua “mengapa jangan? Ini
memang masalah yang harus di selesaikan kan?”,
“kamu juga diki, kenapa kamu sebarkan hal
semacam itu?”,
“aku tidak menyebarkannya, aku hanya memberi
tahu mereka”,
“raka, apa kamu tidak tahu kalau diki juga
menyukai aulia?”,
“tentu saja aku tahu, tapi diki memang
sifatnya seperti itu, kita tahu hal itu kan? Lagipula dia tidak ada niatan
untuk merebut aulia dari adit”,kata raka dengan kemarahan yang semakin tidak
tertahankan “tapi,...”, aulia datang dan langsung angkat bicara
“ada apa ini? kenapa ribut?”,katanya dengan
wajah penuh tanda tanya
“begini dia nur menyukaimu, secara diam – diam
dan mungkin akan menghancurkan hubunganmu dengan adit karena dia sudah punya
niat”, kata rai suasana hening sesaat
“aku tidak akan menghancurkan hubungan kalian
dan aku tidak punya niatan seperti itu, aku juga tidak mau kalau persahabatan
kita ini hancur.”,
“munafik kamu.”,kata raka dengan sedikit
meludah dihadapanku, tingkat emosi ku meningkat, brukk “apa? aku munafik” kataku
sambil menggebrak meja, aku melihat adit tertunduk dengan perasaan marah dan
merasa bahwa dirinya yang berdosa
“sudah cukup..kalian bukan lagi sahabatku yang
dulu yang aku kenal” kata adit sambil
berjalan meninggalkan kami semua, tampaknya dia kesal mendengar ocehan kami
yang tak kunjung selesai, “adit..., awas kamu ya”,kata raka sambil menunjuk
padaku dengan mata yang sinis, aulia juga pergi menyusul adit,
“apa kamu diki?”, diki hanya termenung
menyadari kesalahan besar yang telah di perbuatnya. Aku pun pergi ke mejaku lagi dan termenung,
“bagus sekarang aku tidak punya teman” dengan
wajah murung, ku lihat diki masih berdiri di tempat konflik tadi aku pun
teringat perkataan adit tadi ...
‘...kalian bukan lagi sahabatku yang dulu yang
aku kenal....’
.., kata – kata itu
menyentuh hatiku yang beramarah,
“seharusnya aku sadar diri, mana mungkin
wanita secantik aulia mau denganku, aku juga seharusnya sadar adit itu memang
tampan apalagi kulitnya yang putih itu membuat wanita tergila – gila, dan itu
juga sebabnya mungkin aulia mau dengan adit dan memang mereka adalah pasangan
yang serasi antara tampan dan juga cantik” pikirku dengan wajah agak sedih,
“sekarang aku sendiri tanpa teman dan tanpa
kawan”.
Bel
tanda istirahat berakhir pun telah berbunyi, semua orang masuk ke kelas,
terutama diki yang berdiam diri di depan kelas pun beranjat menuju kusinya
yaitu di sebelahku, aku melihat wajahnya dengan diam – diam, wajahnya terlihat
muram dan malu seperti ada yang mau di bicarakan denganku, “apa mungkin dia mau
minta maaf?” gumamku, tapi kulihat ia terlalu malu untuk meminta maaf,
“apa harus aku yang
meminta maaf terlebih dulu? tapi, dia yang salah kan?” pikirku bingung,
“lebih baik aku yang meminta maaf terlebih
dulu, karena aku yang sebenarnya bersalah telah menodai janji persahabatan”,
“dik,..eem...aa..aku mau minta maaf padamu,
aku telah menodai persahabatan kita”,
“tak perlu minta maaf, aku lah yang salah,
jadi maaf kan aku.” katanya dengan wajah memelas,
“tak apa,aku yang salah”,
“tidak kamu tidak salah, aku yang salah aku
yang menyebabkan semua ini terjadi” kami pun saling bersalaman dan kembali
menjadi teman, aku dan diki pun berencana meminta maaf kepada teman – teman
yang lain.
Saat
semua pelajaran berakhir aku dan diki pergi ke kelas adit dan raka, tetapi kami
tidak melihat mereka aku pun pergi ke taman lagi – lagi mereka tak ada, diki
pun mencoba menanyakan mereka ke teman sekelas mereka,
“katanya adit dan
raka tadi saat bel pulang berbunyi langsung pergi”,
“lalu kemana?”,
“dia bilang tidak tahu, tapi sepertinya
terburu – buru”, kami pun menemui aulia di kelasnya berharap ia belum pulang,
ketika kami sampai di kelasnya tidak ada seorang pun disana kelas itu telah
sepi di tinggal penghuninya, tapi aku melihat tas aulia masih ada di dalam
kelas,
“kemana mereka?” pikirku dan mungkin sama
dengan pikiran diki, kami pun menyusuri sepanjang lorong sekolah yang telah
sepi hanya segelintir orang yang masih ada di sana, kami pun pulang dengan
wajah murung
“nur..bagaimana kalau kita ke rumahnya adit
saja?”,
“tapi apakah adit akan memaafkan kita?”,
“entahlah..aku berharap bisa apalagi pada raka”
itulah percakapan kami sebelum kami sampai di ujung lorong sekolah, saat kami
melangkah ke luar lorong sekolah rintik hujan datang, aku tidak sadar ternyata
dari tadi cuaca sudah mendung walau pun tadi cuaca begitu pananya menyengat,
kami mengurungkan niat untuk pulang kami menanti hujan itu berhenti. Tetapi
hujan semakin deras aku hanya memandang butir – butir hujan yang jatuh tanpa
sepatah kata pun keluar dari mulutku, walaupun diki mengajakku bicara. Akhirnya
hujan semakin mereda aku melihat diki kesal karena aku tidak berbicara
dengannya aku hanya senyum tipis di baliknya,
“ayo dik... kita pulang” kataku dan ternyata
diki kelihatan masih kesal
“ya sudah, aku pulang terlebih dulu”, tiba –
tiba
“hei...nur...diki...”, teriakan itu membuatku
menghentikan langkahku dan menengok ke arah belakang dan ku lihat diki juga
demikian, aku sangat kenal dengan suara itu dan ku lihat samar – samar dari
kejauhan 2 orang laki – laki dan seorang wanita berjalan agak cepat menuju ke
arah ku diki pun menghampiriku dan kami hanya diam melihat mereka, ternyata
mereka adit, raka dan aulia, mereka telah sampai di hadapan kami, kami semua
saling menunduk kecuali aulia ia menatapku,
“a..a..a..aku mau minta ma..maaf, aku
seharusnya tidak menuduhmu yang tidak – tidak, dan tak seharusnya aku
memarahimu” kata raka dengan sedikit terbata – bata dan menggaruk – garuk
kepala. “iya tak apa, sebenarnya aku yang salah jadi maafkan aku” balasku
dengan senyum malu,
“aku juga minta maaf, seharusnya aku tahu dari
dulu bahwa kamu menyukai aulia dan merelakannya untukmu”,
“tidak bukan kamu yang salah dit, aku lah yang
salah seharusnya aku mengerti bahwa kamu memang cukup terkenal di sekolah dan
aku hanya seorang anak jelek yang pendiam dan pemarah” kataku sambil murung,
“maafkan aku juga telah membuat persahabatan
kita renggang dan hampir hancur”kata diki, kami pun saling bersalaman dan
saling meminta maaf,
“aku juga mau minta
maaf”,
“kenapa ? kamu kan tidak salah apa – apa” kata
raka penuh keheranan,
“aku merasa berdosa membuat persahabatan
kalian yang erat menjadi hancur gara – gara aku”, “sudahlah aulia, kami yang
salah kami terlalu mementingkan ego daripada perasaan” kami pun tersenyum
bahagia ditengah gerimisnya bekas hujan tadi dan kami pulang bersama – sama,
dan akhirnya sinar mentari mulai menyinari bumi lagi kemilau warna pelangi
kembali muncul di balik awan yang masih menghitam, Aku hanya berpikir
“jadi, kapan aku mendapatkan pasangan?”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar