Kamis, 02 Februari 2017

love and war

Aku mulai pusing dengan setumpuk barang elektronik di sudut kamarku yang tidak terpakai, membuat satu robot saja susahnya minta ampun padahal aku harus memb awanya besok, aku mencoba kembali memikirkan apa saja yang salah dengan robotku ini,
“ahh!! dasar sampah!!” kataku mulai kesal,
bukan tidak mendasar aku bicara seperti itu karena memang aku ambil dari barang-barang rongsokan yang ada di tempat daur ulang,
“coba aku punya uang untuk beli peralatan yang memadai” ketusku menyalahkan diri sendiri,
Aku pun segera pergi ke taman kota dan bertemu alia teman sekelasku, aku sudah menyukainya sejak lama tapi aku masih malu dan ragu,
“hai rio, sudah selesai tugasmu?” tanyanya,
“belum” jawabku,
“kan besok harus sudah dibawa, mau lihat punyaku? Nanti aku bantu punyamu” katanya bergegas mengajakku,
“emm..a..alia, aku ingin bicara sesuatu padamu” kataku grogi sambil menggaruk-garuk kepala,
“apa?” tanyanya,
“aku ingin lihat punyamu” kataku, aku tak sanggup mengatakan perasaan ini padanya, sepertinya alia hanya sedikit tersenyum,
Sebenarnya aku ingin dia menjadi pacarku tapi aku masih takut kalau dia akan menolakku dan membuat pertemanan kami putus,
Kami pun sampai di rumahnya yang begitu asri, ya karena tumbuhan agak mahal harganya keluarga mereka memeiliki ide kreatif untuk membuat replika tumbuhan sendiri pastinya dengan teknologi tumbuhan imitasi itu terlihat lebih indah dengan berbagai spektrum warna,
“rio?” tanyanya mengejutkanku yang sedang asik menikmati halaman rumahnya,
“iya?” kejutku,
“ayo masuk” ujarnya begitu lembut,
Dia pun mengangkat tangannya lalu dia menyentuh smartwacht-nya dengan jari jemarinya yang lentik, seekor kucing menghampiri kami,
“kucing yang manis ”kataku mengelus bulu bulu kucing yang lembut,
“ini robotku” katanya,
“robotmu?” tanyaku agak heran,
“ya” jawabnya singkat,
“bagus sekali, mirip kucing asli” ujarku memujinya, dia hanya tersenyum manis,
“terima kasih, tapi itu belum sepenuhnya” lanjutnya lagi sembari menggendong robot kucing itu,
Aku hanya terdiam tak tahu maksudnya apa,
“mau minum?” tanyanya,
“terima kasih” kataku sambil tersenyum dan mengambil air di tangan alia,
“tunggu ya, aku kesana dulu, duduk saja dulu” katanya lalu bergegas pergi ke sebuah pintu, kurasa itu kamarnya,
“hmm” mataku tertuju pada sebuah gambar entah itu lukisan atau foto di dinding ruang tamu ini aku pun memfotonya untuk kenang kenangan,
“ini mirip sebuah peta” gumamku,
“rio?” lagi lagi dia mengejutkanku,
“alia, gambar apa ini?” tanyaku penasaran,
“entahlah, aku juga tidak tahu nenekku yang membawanya kesini” jawabnya,
“ayo ayo, sebelum hari semakin siang kita selesaikan tugasmu” ujarnya begitu semangat,
 aku pun mengiyakannya dan bergegas keluar tapi alia malah pergi ke sebuah pintu lagi, kurasa itu sebuah garasi, dia mengeluarkan sebuah speedbike sebuah sepeda dengan dengan roba yang berteknologi elektromagnetik, sepeda itu bisa melayang di atas jalanan,
“kau bisa mengendarai sepeda?” katanya, aku menggelengkan kepala, ya sudahlah ayo naik di belakangku, memalukan sekali aku di boncengi oleh seorang wanita tapi mau bagaimana lagi aku harus melakukannya, setelah sampai dia benar benar membantu pekerjaanku hampir 80% bodohnya aku padahal ini pekerjaanku tapi malah alia yang mengerjakan,
Besoknya adalah hari besar, pesta robotika namanya dimana setiap orang berhak ikut mengkonteskan robot mereka dan kami sebagai tuan rumah wajib ikut,
“hai rio” sapa temanku,
“hai ari” balasku,
“jadi juga robotmu, bagus juga” katanya,
“thank’s,..emh.. mendekat” kataku agak berbisik, ari mendekatkan kepalanya,
“aku di bantu alia” bisikku di telinganya, ari tampaknya menahan tawa setelah ku jelaskan,
“he..ba..gus..” katanya masih menahan tawa,
Suasana pesta robotika begitu ramai, aku tak tahan dengan keramaian ini ingin rasanya aku pulang saja, tiba tiba terdengar ledakan di luar gedung, lantai terasa berguncang ruangan ini terlihat ingin runtuh, beberapa bagian temboknya mulai berjatuhan langit langit bergoyang dan menimpa semua orang,
“gedung ini akan runtuh” kataku, aku begitu panik, dan berlari menuju jalan keluar,
“tak ada jalan keluar, kemari ikuti aku” ari menyeret tanganku dan mengikutinya pasrah aku hanya mencoba menghindari dinding dan langit-langit gedung yang berjatuhan,
“gawat, kita terjebak” kata ari,
“apa maksudmu?” teriakku,
“we’ll die” katanya, sesaat setelah ucapan ari itu ledakan kedua terdengar begitu dekat di atas kepala kami, gedung ini benar benar runtuh total gedung yang tingginya 2 lantai ini runtuh menimpa apa yang ada di bawahnya, aku menitikan air mata sesaat sebelum aku benar benar tertimpa reruntuhan,
“ah..” sebuah bongkahan menimpaku dan aku pun tersungkur,
Perlahan aku membuka mata,
“apa yang terjadi?” pikirku penuh tanya,
“apa aku sudah mati?” ujarku,
Aku melihat ke sekeliling, badanku terasa di himpit suatu yang berat aku tak bisa menggerakan badan,
“ah..” rintihku napasku terengah engah tenggorokanku terasa di cekik,
“dimana ini? Kenapa begitu gelap? Ah... Aku terjebak di reruntuhan” keluhku, aku merasakan darah mengalir dari beberapa bagian tubuhku,
“perih..ah..tolong..” rintihku dengan suara parau, aku teriak meminta tolong pada siapapun di sekitar sana tapi sepertinya tak ada orang yang mendengarku, samar samar ku lihat cahaya di belakangku, semakin jelas dan semakin besar, ku lihat sebuah kaki penuh luka di depanku aku tak melihat siapa orang itu karena bagian atas tubuhnya tertimbun reruntuhan, cahaya itu semakin besar,
“mungkin ini akhirnya” kataku, Suara rekahan tembok terdengar jelas,
“seperti ada yang menggaruk garuk temboknya?” gumamku, Sepertinya suara garukan itu berhenti, cahaya sudah terang dan reruntuhan itu sepertinya tidak menghimpitku lagi tapi aku masih belum bisa mengangkat badanku berbalik saja rasanya tak sanggup, tulang tulangku terasa patah, sendi sendiku terasa copot tubuhku benar benar kaku dan remuk,
Sepertinya sesuatu/seseorang yang menolongku menghampiri,
Miaww,
“kucing?” nafasku berhenti melihat seekor kucing mengusap-ngusapkan tubuhnya ke wajahku, kucing itu menaiki badanku sedangkan aku masih tak percaya dengan apa yang di lihat, aku merasa kucing itu sedang mendorong dorong kakiku dengan kepalanya,
“awh..” kataku,
“oke aku akan coba berdiri” kataku pada kucing itu, perlahan aku gerakan tanganku terasa kaku tapi aku coba lalu bagian bagian lain tubuhku mengikutinya, akhirnya aku berdiri walau agak kaku dan sempoyongan,
“aku lapar? Perasaan tadi pagi aku makan” kataku, ku lemparkan mataku di sekeliling tak ada tanda kehidupan hanya reruntuhan bangunan yang tampak lapuk kota tempat tinggalku sudah hancur luluh,
“kau tidak sadarkan diri selama 2 hari” terdengar seseorang mengatakan itu,
“siapa?” kataku membalikan badan dan mengarahkan pandangan ke semua penjuru,
“over here, di bawah mu” kata sesuatu yang tak terlihat itu,
“kucing?” tanyaku,
“kau sudah tanyakan itu 2 kali” katanya,
“aku alia’s cat.. miaww” lanjutnya,
“alia? apa maksudmu? Dimana dia?” aku penuh tanya,
“aku di tugaskan mencari orang ini” kata kucing itu lalu mengeluarkan semacam hologram dari matanya,
“itu aku? Hei itukan saat aku di rumah alia kemarin, tunggu...kau robot kucingnya alia?” tanyaku,
Kucing itu menganggukan kepala,
“dimana alia?” hatiku terasa sakit kalau harus kehilangannya,
“dia bersembunyi” ujar kucing itu,
“bawa aku ke sana!..tunggu...” kataku penuh semangat lalu aku mengangkat puing puing reruntuhan dan ku temukan seseorang tergeletak tak sadarkan diri,
“denyut jantungnya lemah” kata kucing itu,
“ari?” aku terbelalak melihat temanku penuh luka dan tidak berdaya tubuhnya yang putih sekarang terlihat begitu pucat wajahnya yang tampan kini penuh luka,
“ari bangun ri” kataku menggoyangkan tubuhnya,
“ayo ayo bawa aku ke tempat persembunyian alia” kataku sambil berusaha menggendong ari,
“cepat!” lanjutku, aku mengikuti kucing itu pergi, di tengah perjalanan kucing itu tiba tiba berhenti,
“kenapa kau berhenti? Dia tak bisa bertahan lama” kataku,
“aku mendeteksi sesuatu” kata kucing itu,
Sebuah langkahan sesuatu menyeruak di telingaku aku pun berkeringat dingin, aku segera pergi ke sebuah reruntuhan tembok untuk bersembunyi,
“matilah aku” kataku pesimis,
Terdengar suara perbincangan,
“apa yang kau dapat?” tanya seseorang disana sepertinya dengan temannya,
“ terdeteksi kehidupan di balik tembok itu” suara itu mirip robot,
“tembok?” gumamku,
“tembak tembok itu kurasa militer sedang memata matai kita” kata seorang lagi,
Di tembaknya tembok ini tapi aku beruntung dapat melarikan diri sebelum tembok itu di tembak dan meledak,
“sensornya mencapai ketebalan 2 meter” kata kucing itu,
“terima kasih kucing” kataku,
“sama sama” jawabnya,
“jadi kemana kita pergi?” tanyaku pada kucing itu,
“kalian tidak akan bisa mengelabuiku” teriak seseorang,
“orang itu?” kataku terkejut,
“ambil ini lalu lempar ke arah mereka” kata kucing itu mengeluarkan sesuatu dari perutnya berbentuk bulat mirip bola tenis,
aku mengambilnya ku letakan ari dengan hati hati, aku menunjukan wajahku pada mereka walau ragu apa boleh buat aku harus melakukannya, tampak 2 orang berkaca mata menatapku tajam dengan sebuah robot humanoid yang siap menembak di depan mereka,
“iyah..”aku melemparkan bola itu dan langsung pergi terdengar suara ledakan dari arah belakangku aku pun melompat jauh, lalu terdengar ledakan kedua di tempat mereka,
“apa mereka tewas?”dari balik tembok mataku melihat mereka semua tersungkur,
“ayo pergi” kataku, aku kembali mengendong ari yang suhu tubuhnya semakin mendingin,
“cepat cepat” kataku pada kucing itu, aku berjalan setengah berlari karena gendonganku, suara desingan peluru kembali terdengar,
“seseorang mengejar kita” kataku, aku mempercepat langkahku,
“sepertinya mereka tidak mati semua” kataku lagi,
“ah..” tiba tiba aku terjerumus pada sebuah lubang cukup besar yang menganga,
Byarrrr terjatuh pada aliran air di bawah tanah, aku berusaha meraih ari yang mulai tenggelam, aku cukup kewalahan karena aku tidak bisa berenang aku mencoba meraih ari tapi apa daya aku malah tenggelam dan tak ingat apa-apa,
Uhuk aku sadar dan memuntahkan sejumlah air, napasku terengah-engah, aku melihat seseorang di sampingku
“ari? Ari?...” kataku begitu lemah terdengar penuh kekhawatiran,
“dia ada di tempat tidur rio” kata orang itu,
“rika?” aku mulai bangkit menyadarinya,
“ya?” katanya,
“dimana ini? Dan dimana ari?”tanyaku,
“di tempat persembunyian kami, alia’s cat yang membawa kalian, alia sedang merawatnya” jawabnya,
“alia?” aku pun segera bangkit, aku pun mencari alia ku lihat dari sebuah celah seperti jendela tua alia tampak khawatir dengan ari, alia mengusap lembut wajah ari yang tampan itu, timbul gejolak di hatiku tapi aku akui aku berbeda jauh dari ari tak mungkin bisa aku menyainginya,
“i love you alia, hanya itu yang ingin ku ucapkan dari dulu tapi mungkin aku tak bisa memilikimu” kata kata itu terucap begitu saja tak keras tapi cukup terdengar di telinga tanpa sadar mataku berkaca kaca,
“rio?”  kata alia,
“aku kira kau....” lanjutnya memelukku erat,
“aku tahu kau tidak bisa berenang..he..tapi aku bersyukur kau selamat” lanjutnya lagi dengan sedikit tertawa sambil menitikan air mata,
“sudahlah” kataku melepaskan pelukannya seolah tak peduli karena hatiku telah tertutup cemburu,
“bagaimana keadaannya?” tanyaku,
“buruk, denyut jantungnya kian melemah hampir hampir aku tidak bisa merasakannya” jawabnya, aku begitu iba tapi aku juga cemburu buta dengannya,
“apa kalian di ikuti sewaktu kalian kesini?” teriak rika dari kejauhan,
“sepertinya....” ucapku belum selesai,
Duarrrrr suara ledakan begitu keras meruntuhkan beberapa dinding yang telah lapuk,
“mereka menyerang” kata rika,
“apa motif mereka menyerang kota?” tanyaku,
“jangan tanya aku, bantuan militer belum datang?” kata alia,
“belum, rio kita tak tahu apa maksud mereka” jawab rika, alia kembali pergi ke dalam, lalu keluar lagi membawa senjata lengkap,
“alia’s cat ayo mode bertempur” katanya begitu tegas,
“hei hei kau mau kemana?” aku menahan lajunya,
“menyerang mereka” katanya, alia yang lembut kini berubah bak seekor singa betina yang mencari mangsa,
“aku juga, jaga ari” kata rika menyusul alia yang entah kapan dia bawa senjata,
“aku?” aku penuh keheranan dan keterkejutan, aku juga kesal karena sepertinya aku di anggap lemah,
“aku akan menyusul mereka” kataku,
aku pun menyusuri lorong lorong di dekat sungai bawah tanah itu, menembaki setiap robot yang mencoba masuk,
“banyak sekali mereka... euah...euah..” keluhku sambil menyingkirkan mereka,
“rasakan ini, rasakan ini” kataku terus menembaki, tapi bukannya berkurang jumlah mereka semakin banyak dan aku terkepung di antara mereka,
“jadi orang ini yang membunuh jendralku” kata seseorang yang melayang dengan sebuah benda berbentuk setengah bola padat,
“habisi dia” katanya, melawan percuma tidak melawan sama saja mati, tiba tiba seseorang mengait bajuku sehingga aku terbawa terbang,
“tembak!!!” teriak orang itu, tembakan mereka semua meleset aku juga memabalas tembakan mereka dengan membabi buta, orang yang mengaitku tadi menjatuhkanku perlahan,
“kini kau jadi sasarannya” katanya,
“alia? Kau? Speedbikemu terbang tinggi?” tanyaku,
“kau heran rio? Aku memang sudah merancang speedbike dengan dorongan turbo di bagian bawah” jelasnya,
“kreatif” sempat sempatnya aku memuji di tengah tengah suasana genting,
“ayo ayo naik” kata alia dengan wajah cemas,
“aku tak sangka di selamatkan seorang gadis” kataku,
“sepertinya tidak” kata alia,
“apa?” tanyaku keheranan,
“jalan buntu” katanya, alia menepikan sepedanya,
“apa yang harus kita lakukan?” tanyanya,
“melawan!” kata kataku seolah seorang pemberani,
“naiki sepedanya, cepat” ujarku, dia mendekati sepedanya walau dia ragu,
“mau apa kau?” tanyanya,
“cepat pergi dari sini, aku akan mengalihkan perhatian mereka” kataku,
“tapi...” katanya ragu,
“cepat jangan membantah, mungkin untuk inilah aku ciptakan” kataku penuh keputus asaan dan rasa amarah,
“kau tidak di ciptakan untuk ini rio, kau di ciptakan untukku” kata katanya mengggetarkan hatiku tapi apa mau di kata ini keadaan mendesak,
“kau pergilah cari bantuan militer, tuntun mereka kesini biar aku sudah jadi mayat pun usahaku tidak sia sia” ujarku,
“baiklah, kalau itu maumu” kata alia mulai meraih sepedanya,
“aku juga mencintaimu rio, kau tak perlu cemburu dengan ari” katanya lalu bergegas pergi, aku mendengarkannya batinku campur aduk, penyesalan, senang dan takut menjadi satu aku menatapnya, dia pun mengayuh sepedanya melewati kelompok robot itu dengan mulus karena aku mengalihkan perhatian mereka, setelah berapa jauh dia menengok ke arahku dengan wajah sendu lalu berpaling lagi dengan kecepatan maksimal,
“bagaimana aku bisa bertahan ini, tak ada tempatku sembunyi masa aku harus terus menghindari tembakan mereka” gumamku,
“ah..” teriakku tangan kiriku terkena pelurunya pistol di tangan kiriku terjatuh,
Secara membabi buta mereka menyerang, satu demi satu anggota badanku di tembus timah panas, aku terjatuh tak berdaya,
“hentikan” suara teriakan seseorang, tembakan pun terhenti,
“ini bagianku” sahutnya lagi,
Orang itu mendekat tepat di atas kepalaku lalu menjambak erat rambutku dan mengangkat kepalaku, napasku terengah tak berdaya dalam keadaan tengkurap,
“kau sepertinya akan mati walau tidak ku habisi”katanya lalu membenturkan wajahku ke lantai lorong yang becek darah mengalir dari hidungku,
“Tapi untuk memastikan itu”, dia menodongkan senjata laras panjang ke tubuhku tepat di bagian punggung perut,
“aku ingin menghabisimu perlahan” lanjutnya dengan tawa yang menggelegar tetapi keajaiban terjadi, tembok di atas mereka mulai bergetar dan runtuh menimpa para robotnya,
“apa yang terjadi?” kata orang itu membalikan badannya dan menatap ke atas lorong, aku meraih pistolku yang tidak begitu jauh dan ku tembakan pistol itu ke arahnya tepat menembus bagian dada, dia pun mengerang dan jatuh tersungkur,
“ha..ha.. rasakan itu..aku sekarang bisa tenang..” kataku yang sempat sempatnya tertawa,
“rio!!” teriak seorang wanita yang ku kenali, dia masih mengendarai speedbike,
Dia turun dengan bergegas lalu membalikan badanku dan merangkulku di pelukannya, tangisnya pecah di antara suara tembakan yang masih terdengar,
“rio!! Maafkan aku” ucap alia,
“untuk apa? Tidak ada yang perlu di maafkan.. aku yang harus minta maaf..” ucapku lalu berhenti suasana menjadi gelap terdengar suara teriakan alia di telingaku memanggilku perlahan lalu menghilang,
Perlahan aku kembali membuka mata terlihat rika dan alia sedang duduk di samping ranjang,
“sudah berapa kali aku pingsan belakangan ini?” tanyaku, wajah alia menjadi ceria kembali,
Dia memelukku begitu erat, ah..aw..
“maaf rio” ujar alia tersenyum dengan tetesan air mata bahagianya lalu melepas pelukannya,
“berapa hari aku disini?” tanyaku,
“aku merasa bertahun tahun kehilanganmu” jawab alia membuatku kaget,
“kau lebay alia, sudah sekitar 4 hari mungkin” jawab rika,
“selama itu? Di-dimana ari? Apa dia baik-baik saja?” tanyaku,
“di-dia....” ujar mereka begitu banyak berpikir,
“aku disini rio, terima kasih kau menyelamatkanku dan aku maafkan rasa cemburumu”kata ari mendekat, aku keheranan sepertinya mereka membeberkan semua ceritaku padanya,
“maaf, sebenarnya aku memata mataimu melalui robotmu yang ku pasang kamera” ujar alia,
“apa? kau memata mataiku? Ah.. mungkin itulah yang menyelamatkanku” balasku,
“boleh aku naik speedbikemu lagi alia?” tanyaku, dia tersenyum mengiyakan,
Aku pun terbang bersamanya tentu kali ini aku yang memboncenginya, setelah sampai di puncak sebuah gedung tertinggi aku arahkan pandanganku pada hamparan kota yang kembali bangkit dan mengingatkan aku tentang gambar di rumah alia sama persis dengan yang ku lihat sekarang, aku pun mengambil gambar pemandangan kota itu
“ini seperti yang ada di gambar di rumahmu itu alia” kataku,
“iya romantis sekali, mungkin ini tempat yang sama ketika nenek dan kakekku sering bertemu” jawabnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar